Denpasar-Saniscara Umanis Watugunung, Sabtu (28 Nopember 2015), Unit Kegiatan Mahasiswa Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma (UKM KMHD) melaksanakan Piodalan Alit dan persembahyangan bersama pada Hari Raya Saraswati di pelataran Padmasana STMIK STIKOM Bali. Seluruh civitas STMIK STIKOM Bali ikut berpartisipasi dalam acara ini. Mulai dari organisasi mahasiswa (ormawa), staf, manajemen, Ketua STMIK STIKOM Bali Dr. Dadang Hermawan, Pembina Yayasan Widya Dharma Shanti (WDS) Prof. Dr .I Made Bandem, MA dan Ketua Yayasan WDS Drs. Ida Bagus Dharmadiaksa, M.Si., Ak.
“Saat Piodalan Alit kali ini beberapa manajemen dan ibu Swasti Wijaya Bandem ikut serta berpartisipasi ngayah menari rejang,” kata I Gede Wirawan Aditya ketua panitia acara ini. Ketua UKM KMHD Pande Bagus Made Kumaranata menambahkan, persembahyangan bersama, juga diisi dengan siraman rohani (Dharma Wacana) oleh Ratu Pedanda Gede Made Gunung dan Wakil Gubernur Bali Drs. I Ketut Sudikerta sebagai narasumber.
Sudikerta yang memberikan Dharma Wacana di halaman depan STIKOM Bali memotivasi para mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan ilmu pengetahaun dan teknologi tanpa meninggalkan nilai-nilai agama dan akar budaya budaya Bali. Menariknya Sudikerta memberikan quis sederhana berhadiah uang tunai guna menguji pengetahuan mahssiwa terhadap agama Hindu. Sedangakan Ratu Pedanda Gede Made Gunung memberi Dharma Wacana di STIKOM Bali Convention Center dipandu oleh Pembantu Ketua (PK) I STIKOM Bali Ida Bagus Suradarma, SE, M.Si. Dalam Dharma Wacana sekitar 1,5 jam ini Ratu Pedanda Made Gunung menekankan pentingnya toleransi dalam kehidupan antarumat beragama. “Agama itu mengajarkan kita untuk mampu mengolah perbedaan menjadi sebuah keindahan. Kalau semua orang dianggap musuh, maka selama hidup kita tidak merasa tentram,” tegasnya.
Menurut Ratu Pedanda Made Gunung, hidup ini ibarat sebuah buku yang penuh dengan catatan atau tulisan kita sendiri. “Setiap pagi kita bangun tidur, buka lembaran pertama, kita mulai menulis sesuatu dengan menyebut nama Tuhan duluan. Seluruh aktivitas hari itu kita tulis dan seterusnya sampai semua lembaran penuh. Semua catatan kita dalam buku inilah nanti kita pertanggungjawabkan di mata Tuhan saat kita meninggal nanti. Tapi Tuhan sudah tahu, apakah yang kita tulis ini benar atau tidak,” bebernya. Pedanda Gunung juga menekan, ajaran wahyu Tuhan agar manusia mampu mengayomi budaya lokal. “Karena itu di mana-mana ada Hindu berada, tidak pernah mematikan budaya lokal,” tukasnya sambil memberi contoh Hindu di Jawa dan India.
Menurut Pedanda Gunung, kalau kita mengaku sebagai pengikut Tuhan, maka kita wajib mengikuti aturannya dan manjauhi larangannya. “Sama dengan adik-adik yang kuliah di STIKOM Bali, maka wajib mengikuti aturan. Tidak mungkin, ngaku kuliah di STIKOM Bali tapi tidak pernah mengikuti aturan lalu tiba-tiba minta lulus. Tidak mungkin, kita melawan ajaran Tuhan tapi minta masuk surga,” katanya. Pedanda Gunung yang dikenal sebagai tokoh keberagaman mengatakan pentingnya mengedepankan bhakti, cinta dan kasih sebagai dasar hidup bersama dalam perbedaan. (*)